Pada
hakekatnya, pendidikan budi pekerti memiliki substansi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Pengertian
pendidikan budi pekertian adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan
atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilaku peserta
didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama
manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Tujuan
pendidikan Budi Pekerti
adalah untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan
akhlak mulia/budi pekerti luhur (Haidar, 2004). Hal ini mengandung arti bahwa
dalam pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah
nilai-nilai akhlak yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia
ke dalam diri peserta didik yang kemudian terwujud dalam tingkah lakunya.
Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di
Sekolah
Secara
teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya
dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu.
- Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
- Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
- Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
- Strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta didik.
Berkaitan
dengan implementasi strategi pendidikan budi pekerti dalam
kegiatan sehari-hari, secara teknis dapat dilakukan melalui:
a. Keteladanan
Dalam
kegiatan sehari-hari guru, kepala sekolah, staf administrasi, bahkan juga
pengawas harus dapat menjadi teladan atau model yang baik bagi murid-murid di
sekolah. Sebagai misal, jika guru ingin mengajarkan kesabaran kepada siswanya,
maka terlebih dahulu guru harus mampu menjadi sosok yang sabar dihadapan
murid-muridnya.
Begitu
juga ketika guru hendak mengajarkan tentang pentingnya kedisiplinan kepada
murid-muridnya, maka guru tersebut harus mampu memberikan teladan terlebih
dahulu sebagai guru yang disiplin dalam menjalankan tugas pekerjaannya.
Tanpa
keteladanan, murid-murid hanya akan menganggap ajakan moral yang disampaikan
sebagai sesuatu yang omong kosong belaka, yang pada akhirnya nilai-nilai moral
yang diajarkan tersebut hanya akan berhenti sebagai pengetahuan saja tanpa makna.
b. Kegiatan spontan.
Kegiatan
spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga.
Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui sikap/tingkah laku
peserta didik yang kurang baik, seperti berkelahi dengan temannya, meminta
sesuatu dengan berteriak, mencoret dinding, mengambil barang milik orang lain,
berbicara kasar, dan sebagainya.
Dalam
setiap peristiwa yang spontan tersebut, guru dapat menanamkan nilai-nilai moral
atau budi pekerti yang baik kepada para siswa, misalnya saat guru melihat dua
orang siswa yang bertengkar/berkelahi di kelas karena memperebutkan sesuatu,
guru dapat memasukkan nilai-nilai tentang pentingnya sikap maaf-memaafkan,
saling menghormati, dan sikap saling menyayangi dalam konteks ajaran agama dan
juga budaya.
c. Teguran.
Guru
perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan mengingatkannya
agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru dapat membantu mengubah
tingkah laku mereka.
d. Pengkondisian lingkungan.
Suasana
sekolah dikondisikan sedemikian rupa melalui penyediaan sarana fisik yang dapat
menunjang tercapainya pendidikan budi pekerti.
Contohnya
ialah dengan penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan mengenai budi
pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, dan aturan/tata tertib sekolah
yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga mudah dibaca oleh setiap
peserta didik.
e. Kegiatan rutin.
Kegiatan
rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus
dan konsisten setiap saat.
Contoh
kegiatan ini adalah berbaris masuk ruang kelas untuk mengajarkan budaya antri,
berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan salam bila bertemu dengan
orang lain, dan membersihkan ruang kelas tempat belajar.
Hambatan dalam penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah
Dalam
realitasnya antara apa yang diajarkan guru kepada peserta didik di sekolah
dengan apa yang diajarkan oleh orang tua di rumah, sering kali kontra produktif
atau terjadi benturan nilai.
Untuk
itu agar proses pendidikan budi pekerti di sekolah dapat berjalan secara
optimal dan efektif, pihak sekolah perlu membangun komunikasi dan kerjasama
dengan orang tua murid berkenaan dengan berbagai kegiatan dan program pendidikan
budi pekerti yang telah dirumuskan atau direncanakan oleh sekolah.
Tujuannya ialah agar terjadi singkronisasi nilai-nilai pendidikan budi
pekerti yang di ajarkan di sekolah dengan apa yang ajarkan orang tua di
rumah.
Selain
itu, agar pendidikan
budi pekerti di sekolah dan di rumah dapat
berjalan searah, sebaiknya bila memungkinkan orang tua murid hendaknya juga
dilibatkan dalam proses identifikasi kebutuhan program pendidikan budi
pekerti di sekolah.
Dengan
pelibatan orang tua murid dalam proses perencanaan program pendidikan budi pekerti di sekolah, diharapkan orang tua murid tidak
hanya menyerahkan proses pendidikan budi pekerti anak-anak mereka kepada pihak sekolah, tetapi juga dapat ikut serta
mengambil tanggung jawab dalam proses
pendidikan budi pekerti
anak-anak mereka di keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar